03 March 2012

Dian Inggrawati Dan Miss Deaf World

Sebuah prestasi membanggakan diraih penyandang tuna rungu dalam sebuah perhelatan akbar pemilihan putri tuna rungu sedunia. Kali ini seorang putri bangsa Indonesia yang telah berhasil meraih gelar peringkat 3 dalam kontes Miss Deaf World atau Putri Tuna Rungu Sedunia 2011 di Praha, Republik Ceko, Juli 2011 lalu.
Tidak pelak keberhasilan tersebut telah mengharumkan nama Indonesia. Dia adalah seorang penyandang tuna rungu bernama Dian Inggrawati. Dari sejak kecil dia sudah banyak melakukan kegiatan yang menghasilkan prestasi seperti lomba menggambar hingga modelling.
Mari kita lihat kisah singkat perjuangan Dian untuk menapaki karir sebagai modelling hingga menjadi Miss Deaf World.
Dian Harumkan Nama Bangsa Indonesia
Dian Inggrawati melenggok mulus di panggung dengan gaun malam yang anggun. Ia pun memesona penonton dengan tarian Betawi yang ditampilkan. Tak disangka, Dian berhasil meraih gelar juara 3 di ajang Miss Deaf World 2011 di Republik Cek. Ia menyisihkan puluhan peserta dari 38 negara di ajang ke-11 yang diadakan Juli lalu.
Dian Inggrawati adalah sulung dari tiga bersaudara. Putri pasangan Irwanto dan Ida Hermawan ini menjadi putri tuna rungu pertama Indonesia yang mengikuti ajang Miss Deaf World ke-11.
Keberangkatan Dian menuju kontes Miss Deaf World berawal dari keterlibatannya di Yayasan Tuna Rungu Sehat Jiwa Raga atau Sehjira. Kala itu pendiri Sehjira, Rachmita meminta Dian untuk mendaftar.
Dian bercerita, “Saya mengetahui dari Sehjira, Ibu Mita yang memberitahu saya untuk mengikuti kompetisi Miss Deaf World. Ibu Mita minta saya mendaftar lalu saya diterima sebagai finalis Miss Deaf World. Dia minta saya mencoba mendaftar, seperti masukkan email, yang isinya nama, umur, dan foto berwarna."
"Karena tingginya oke, posturnya oke, pengalaman Dian sebagai trainer di Yayasan Sehjira oke, tuna rungu oke, jadi saya pilih Dian sebagai Miss Deaf World 2011."  kata pendiri Sehjira, Rachmita
Jalan Dian menuju kontes bukan tanpa masalah. Yayasan Sehjira kekurangan biaya untuk keberangkatan Dian. Belasan proposal disebar ke berbagai instansi pemerintahan dan perusahaan, namun berujung penolakan. Sampai akhirnya perusahaan swasta, Mitra Enterprise bersedia membantu.
"Awalnya saya kenal Dian itu sejak usia 4 tahun. Pada acara-acara yang kami laksanakan Dian itu sering mengikuti dan berprestasi. Satu ketika Dian kirim sms ke saya untuk mengikuti undangan Miss Deaf internasional itu. Saya cukup surprise, saya pikirkan apa mungkin, saya berpendapat sekali Dian pergi harus ada hasilnya, karena kalau tidak Dian bisa depresi dan sebagainya. Setelah saya pertimbangkan kenapa tidak dicoba, kalau tidak berhasilpun tidak apa-apa karena ini internasional," kata Lisa Ayodia, direktur Mitra Entreprise.
Segala persiapan dilakukan. Ibunda Dian, Ida Hermawan mencari pelatih tari untuk Dian hingga meminjam baju rancangan desainer ternama Indonesia. Saat acara puncak, Sarjana Desain ini menunjukkan keahliannya menari. Tari Lenggang Nyai asal Betawi dipilih dan berhasil memikat para juri serta penonton. Sambutan penonton semakin semarak saat diakhir tarian, Dian menunjukkan sebuah kertas bertulis, "Deaf, No Problem!" yang artinya Tuli, Bukan Masalah! Kreativitas tulisan dan tampilan Dian yang mengenakan batik tulis juga menjadi poin lebih.
"Dian itu punya perbedaan dari yang lain, dia itu sambil kampanye, buka tulisan Deaf No Problem, yang lain gak ada yang kepikiran. Kedua, pakaian Dian lain daripada yang lain, selain mencerminkan Indonesia, Dian juga anggun memakainya jadi orang pangling. Kalau yang lain gaun malam bisa, hanya satu dua negara yang mencerminkan daerahnya. Kita itu misi di sana juga sebenarnya juga ingin membawa rakyat Indonesia, jadi orang tahu Indonesia," cerita Revita Alvi, anggota Sehjira yang mendampingi Dian.
"Saya merasa senang dan aku bilang tidak percaya kalau menang. Sejak siang sebelum pengumuman aku pikir aku gak menang. Aku juga udah pikir-pikir ganti sepatu, sepatuku sakit karena kakiku kram, tapi ternyata aku menang. Aku dapat Miss Deaf World aku merasa senang dan belum gagal untuk mengangkat disabilitas di Indonesia." ujar Dian.
"Antara percaya dan tidak, saya bengong dan diam saja, orang Indonesia di sana saya disalami sana-sini. Tapi awalnya orang Indonesia di sana gak yakin, 'ibu nanti Dian bisa gak maju ke panggung?', nanti ibu-ibu lihat saja anakku kayak apa di panggung. Saya yakin anakku gak akan mengecewakan orang Indonesia dan akhirnya benar, langsung dirangkuli aku. Jadi walaupun mengalami kendala apapun ketika saya disalami luar biasa senangnya." haru Ida Hermawan, sang ibunda Dian.

Lahir Normal
Dian Inggrawati, lahir di Jakarta 27 tahun silam. Sewaktu Dian lahir ibundanya, Ida Hermawan tidak melihat ada keganjilan.
"Dari bayi lahir itu dia nangis, normal kan dia jadi saya lihat kayak gak ada masalah, kata dokternya sih normal. Tapi saya curiga sejak dia 8 bulan dipanggil-panggil kok diam saja, tapi kalau di kasih kicik-kicik (kerincingan-red) dia nengok. Jadi berarti dia hanya kekurangan pendengaran. Dia itu nada rendah gak dengar, nada tinggi baru dengar." kata Ida.
"Dian baru bisa ngomong di usia 4 tahun bilang mama, itupun saya terapi bicara di depan kaca, bilang ma-ma-ma. Terus tiup lilin, tiup balon untuk merangsang sininya (leher-red), saya terapi bicara juga di Jalan Keramat 7 dari umur 2 tahun.” (Jadi tiup lilin untuk merangsang pita suaranya ya bu?) "Iya, saya gak tahu rusaknya di mana kita jalani saja, sudah dikasih seperti ini. Saya jalani, saya terapi, saya ajari segala macam apa yang dia bisa." ujar Ida.
Meski terbatas dalam pendengaran dan berkomunikasi, bakat menggambar Dian sudah terlihat sejak usia 2 tahun. Sejak itu ibunya rajin mendaftarkannya ke berbagai lomba menggambar. Sementara lomba model mulai diikuti Dian saat usia 5 tahun.
"Saya suka lomba busana, saya suka berlenggak lenggok diajari tante dan mama. Saya suka meniru gaya tante dan belajar menggambar. Sebelum ikut lomba belajar menggambar dulu, besok mau lomba latihan-latihan." kenang Dian.
Piala penghargaan yang dikumpulkan Dian dari berbagai perlombaan seperti menggambar, model hingga memasak sudah mencapai 400 buah.

Susahnya Mencari Kerja
Setelah berprestasi di ajang Miss Deaf World, Kementerian Pendidikan Nasional menobatkan Dian sebagai Duta Pendidikan Inklusi alias pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Namun, kesulitan menghantui Dian dan penyandang tuna rungu lainnya. Sebab, sampai kini mereka masih mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan.
“Pengalaman saat mencari kerja sulit sekali, melalui internet banyak tawaran tapi setelah tahu saya tuna rungu terus dicancel/dibatalkan. Dari teman-teman saya juga bernasib sama. Dian berharap dengan keterbatasan penyandang tuna rungu bisa berprestasi. Semua penyandang tuna rungu jangan disamakan dengan orang normal. Kami juga bisa berprestasi," tegas Dian.
Ida pun juga berharap pemerintah bisa membuka lapangan pekerjaan bagi penyandang tuna rungu. “Anak tuna rungu itu susah kalo nyari kerja, jadi pemerintah harus memberikan kesempatan. Lalu alat untuk bantu dengar itu harganya diturunkan. Yang paling bagus itu 8 juta, ada yang 4 juta,” kata Ida.

Pesan Pendidikan & Moral
Ida juga memberi saran kepada orangtua yang mempunyai anak yang menyandang tuna rungu agar bersabar dalam membimbing anaknya.
“Anak-anak tuna rungu harus spesial mengajarinya ya, lebih perhatian, lingkungan juga harus membantu. Kalau memang itu saling berhubungan pasti anak-anak akan perkembangannya baik," kata Ida.
Dian memberi semangat kepada teman-teman sesama penyandang tuna rungu. “Saran saya bagi teman tuna harus punya kepercayaan diri, harus punya prestasi dan tetap bersekolah,” kata Dian.
Diskriminasi bagi penyandang cacat memang masih banyak terjadi. Tak terkecuali dirasakan Dian. Namun, Dian memilih diam atas diskriminasi itu. Dian merasa hanya perlu untuk memperjuangkan penyandang cacat lainnya di Indonesia saat ini

"Saya ingin memberi pekerjaan bagi anak-anak tuna rungu yang belum kerja. Kedua, memberi mereka peluang usaha. Ketiga, menghapuskan diskriminasi dan kesadaran untuk pendidikan dan pekerjaan. Saya ingin memperjuangkan anti diskriminasi bagi tuna rungu seperti kalau televisi harus ada tulisan supaya kita bisa memahami." kata Dian.

Sungguh ini adalah sebuah sosok perjuangan untuk meraih prestasi. Tidak kalah dengan Angkie Yudistia yang juga sama-sama meraih prestasi. Mengesankan bagi saya. Bagaimana dengan Anda? Apakah ingin meraih prestasi juga? Atau memilih pasrah dengan nasib hidup Anda?

Disaring dari sumber :  http://www.kbr68h.com beserta foto dan dokumentasi

No comments:

Post a Comment